Jumat, 08 Juni 2012

Athresia Esophagus


A.     Definisi
Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).
Atresia Esofagus termasuk kelompok  kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.

B.     Epidemiologi
Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirscprung seorang ahli anak dari Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang 14 kasus atresia esofagus, kelainan ini sudah di duga sebagai suatu malformasi dari traktus gastrointestinal.
Tahun 1941 seorang ahli bedah Cameron Haight dari Michigan telah berhasil melakukan operasi pada atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah termasuk kelainan kongenital yang bisa diperbaiki.

C.    Patofisiologi
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali mematikan. Trakea juga dipengaruh  oleh gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.

D.     Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18  dengan dugaan penyebab genetik.
Namun saat ini, teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian besar ahli  tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik Perdebatan tetang proses embriopatologi masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.

E.     Klasifikasi
1.      Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% Vogt 111.grossC) Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan penebalan dinding otot  berujung  pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal III/IV. Esofagus distal (fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding  posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh .
2.      Esofagus distal dan proksimal benar-benar  berakhir tanpa hubungan dengan Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A)
3.      segmen esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda diatas diagframa.
4.      Fistula trakheoesofagus tanpa atresia (4%,Groos E)
5.      Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm  dan umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah ditemukan dua bahkan tiga fistula.
6.      Atresia erofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal (2%. Vogt III & Gross B).
7.      Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal esofagus  tapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan esofagus.
8.      Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal ( < 1% Vogt IIIa, Gross D).
9.      Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan.

F.      Gambaran Klinis
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:
1.      Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari mulut bayi
2.      Sianosis
3.      Batuk dan sesak napas
4.      Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
5.      Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan usus
6.      Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
7.      Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia rectum atau anus.

G.     Diagnosis
Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG prenatal yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah diagnosa pasti tetapi jika ditemukan  harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus.
Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan gelembung perut (bubble stomach) yang kecil atau tidak ada pada USG setelah kehamilan 18 minggu. Secara keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %. Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang lemah dari Atresia Esofagus (insiden 1%). Metoda yang tersedia untung meningkatkan angka  diagnostik prenatal termasuk pemeriksaan ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan “ujung buntu” kantong atas dan menilai proses menelan janin dari MRI
Bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion seharusnya memperlihatkan selang nasogastris yang dapat lewat segera setelah kelahiran untuk menyingkirkan atresia esofagus. Bayi dengan Atresia Esofagus tidak mampu menelan saliva dan ditandai dengan saliva yang banyak, dan memerlukan suction berulang. Pada fase ini tentu sebelumnya makan  untuk pertamakali, kateter bore yang kaku harus dapat melewati mulut hingga esofagus. Pada Atresia Esofagus, kateter tidak bisa lewat melebihi 9-10 cm dari alveolar paling bawah. Rongent dada dan abdomen memperlihatkan ujung kateter tertahan. Disuperior mediatinum (T2-4), sementara gas pada perut & usus menunjukkan adanya fistula trakheoesofagus distal. Tidak adanya gas gastro intestinal menunjukkan atresia esofagus yang terisolasi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:
1.      Memasukkan selang nasogastrik
2.      Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di lambung serta usus.

H.     Penatalaksanaan
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.

1.      Penatalaksanaan Medis
Pengobatan dilakukan dengan operasi.

2.      Penatalaksanaan Keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.
Pendekatan Post Operasi
Segera setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut  :
1.      Monitor pernafasan ,suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal
2.      Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan.
3.      Analgetik  diberi jika dibutuhkan
4.      Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara keseluruhan
5.      Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esofagus
6.      Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung (gastrostomi) atau cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah bisa menelan makanan sendiri.
7.      Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan slang nasogastrik.
Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada terjadinya komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk monitor fungsi esofagus.

I.        Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :

1.       Dismotilitas esophagus.
Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.

2.       Gastroesofagus refluk.
Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.

3.       Trakeo esogfagus fistula berulang.
Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4.       Disfagia atau kesulitan menelan.
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.

5.       Kesulitan bernafas dan tersedak.
Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.

6.       Batuk kronis.
Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.

7.       Meningkatnya infeksi saluran pernafasan.
Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.

KETUBAN PECAH DINI


I.                   KPD (KETUBAN PECAH DINI)

A.    Pengertian
Ketuban Pecah Dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Ketuban Pecah Dini pada yang terjadi uk < 37 minggu disebut Ketuban Pecah Dini Prematur. Dalam keadaan normal 8-10% wanita hamil aterm akan mengalami KPD. KPD premature terjadi pada 1% kehamilan.

B.     Mekanisme Ketuban Pecah Dini
KPD dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh. Perubahan stuktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Faktor resiko terjadinya KPD adalah :
-        Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen
-        Berkurangnya tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor proteinase. Pada penyakit periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi KPD.
Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim dan gerakan janin. KPD pada kehamilan premature disebabkan oleh factor-faktor eksternal, misalnya : infeksi yang menjalar dari vagina. KPD premature sering terjadi pada polihidramnion, inkompetensi serviks, dan solusio plasenta.
C.    Komplikasi
a.       Persalinan premature
Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah KPD. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan < 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
b.      Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada KPD. Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, dan omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada premature infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
c.       Hipolsia dan Asfiksia
Pecanya ketuban menyebabkan terjadinya oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
D.    Penatalaksanaan KPD
a.       Pastikan diagnosis
Diagnosis KPD premature dengan inspekulo dilihat adanya cairan ketuban keluar dari kavum uteri. Pemeriksaan pH vagina perempuan hamil sekitar 4,5, bila ada cairan ketuban pHnya sekitar 7,1 – 7,3.
Pemeriksaan USG adanya KPD dapat dikonfirmasikan dengan adanya oligohidramnion.
b.      Tentukan umur kehamilan
c.       Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin
d.      Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin

E.     Diagnosis
-        Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan di vagina.
-        Jika tidak ada, dapat dicoba dengan menggerakkan sedikit bagian terbawah janinatau meminta pasien batuk atau mengejan.
-        Menggunakan kertas lakmus (merah menjadi biru).
-        Tentukan UK, bila perlu lakukan pemeriksaan USG.
-        Tentukan ada tidaknya infeksi.
-        Tentukan tanda-tanda persalinan dan scoring pelvic.
-        Tentukan adanya kontraksi yang teratur.

F.     Keputusan Klinik
Pada dasarnya bidan hanya berwenang melakukan pertolongan persalinan dengan kasus KPD hanya jika kehamilannya tersebut aterm dan air ketuban jernih. Apabila pada kehamilan preterm atau KPD disertai mekonium bidan diharuskan merujuk dengan memberikan antibiotic lebih dahulu. 

SATUAN ACARA PENYULUHAN ANEMIA PADA IBU HAMIL


SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
1.            Judul Penyuluhan :
ANEMIA PADA IBU HAMIL
2.            Identifikasi Masalah

Kehamilan merupakan kondisi alamiah yang unik karena meskipun bukan penyakit, tetapi seringkali menyebabkan komplikasi akibat berbagai perubahan fisiologik yang terjadi adalah perubahan haemodinamik. Selain itu, darah yang terdiri atas cairan dan sel – sel darah berpotensi menyebabkan komplikasi perdarahan dan thrombosis jika terjadi ketidakseimbangan faktor – faktor prokoaguasi dan hemostasis. (Sarwono.2009)
Suatu penelitian memperlihatkan perubahan konsentrasi Hb sesuai dengan bertambahnya usia kehamilan. Pada trimester pertama, konsentrasi Hb tampak menurun, kecuali pada perempuan yang telah memiliki kadar Hb rendah (< 11,5 g/dl). Konsentrasi Hb paling rendah didapatkan pada trimester kedua, yaitu pada usia kehamilan 30 minggu. Pada trimester ketiga terjadi sedikit peningkatan Hb, kecuali pada perempuan yang sudah mempunyai kadar Hb yang tinggi (> 14,5 g/dl) pada pemeriksaan pertama. (Sarwono.2009)
Sebagian besar perempuan mengalami anemia selama kehamilan, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang.
Anemia pada kehamilan merupakan masalah besar yang berdampak buruk terhadap kehamilan/persalinan baik bagi ibu dan bayinya serta memerlukan penanganan yang hati-hati, termasuk pemeriksaan untuk mencari penyebab.
Berdasarkan data yang dimiliki posyandu “Menur” di Desa Kalak Ijo, Guwosari Pajangan Bantul, persentase insidensi ibu hamil dengan anemia tahun 2012 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 40% (persentase insidensi ibu hamil dengan anemia tahun 2011 sebanyak 30%, tahun 2010 sebanyak 20%). Data menunjukan bahwa ibu hamil yang mengalami anemia di daerah tersebut rata – rata adalah ibu hamil yang bekerja di luar rumah dan kondisi sosial ekonominya cenderung tinggi. Letak geografis di daerah tersebut juga tergolong dekat dengan fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, Bidan Praktik Swasta, Posyandu. Setelah dilakukan survey, ternyata penyebab utamanya adalah kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang anemia pada kehamilan dan ibu hamil cenderung tidak memperdulikan pentingnya tablet fe yang diberikan oleh bidan atau tenaga kesehatan karena  ibu hamil di daerah tersebut menganggap bahwa tablet fe hanya membuat merasa mual jika diminum dan anggapan tersebut telah menjadi budaya pada ibu hamil di daerah tersebut.

3.            Pengantar
Hari/Tanggal               : Jumat, 18 Mei 2012
Waktu                         : 09.00 WIB – 09.20 WIB
(20 menit)
Tempat                        : Aula TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal Kalak Ijo Guwosari Pajangan   
                                      Bantul, selaku tempat dilaksanakannya posyandu “Menur”.
Sasaran                        : Ibu hamil di Dusun Kalak Ijo, Guwosari, Pajangan, Bantul.

4.            Tujuan
A.       Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan ini peserta dapat menambah pengetahuan tentang anemia.

B.     Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan selama 1 x 20 menit, diharapkan ibu hamil dengan anemia di Dusun Kalak Ijo Guwosari Pajangan Bantul dapat mengetahui tentang :
1.      Pengertian anemia dan anemia pada ibu hamil
2.      Ciri-ciri ibu hamil dengan anemia
3.      Macam-macam anemia pada ibu hamil dan penyebabnya
4.      Akibat anemia pada ibu hamil
5.      Penatalaksanaan dan pencegahan anemia pada ibu hamil
6.      Menjelaskan cara minum tablet zat besi yang benar

C.    Materi
Terlampir
D.    Metode
1.      Ceramah
2.      Tanya Jawab
3.      Praktek dengan alat (tablet zat besi)
E.     Media
1.      Leaflet
2.      Power Point
3.      Laptop
4.      LCD
5.      Alat praktek (tablet zat besi)

F.         Kegiatan Pembelajaran
No
Waktu
Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan Peserta
1
3 menit
Pembukaan
Menjawab salam, mendengarkan dengan seksama

a.   Mengucapkan salam dan terima kasih atas kedatangan para peserta.
b.   Memperkenalkan diri dan apersepsi.
2
7 menit
Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan
Mendengarkan dan memperhatikan

a.       Menyampaikan materi tentang pengertian Anemia dan anemia pada ibu hamil
b.      Menyampaikan ciri-ciri ibu hamil dengan anemia
c.    Menjelaskan Macam-macam anemia pada ibu hamil dan penyebabnya
d.    Menjelaskan Akibat anemia pada ibu hamil
e.    Menjelaskan Penatalaksanaan dan pencegahan anemia pada ibu hamil.
f.      Menjelaskan cara minum tablet zat besi yang benar
3
10 menit
Penutup
Peserta memperhatikan dan memberikan pertanyaan jika ada yang belum jelas serta menjawab pertanyaan yang diberikan kepada peserta saat evaluasi.
Menjawab salam
a.       Memberikan kesempatan pada peserta untuk bertanya jika terdapat hal-hal yang belum jelas.
b.      Menyimpulkan atau merangkum hasil penyuluhan
c.       Mengevaluasi hasil kegiatan dan meminta salah satu dari peserta untuk mengulangi cara meminum tablet zat besi yang benar.
d.      Memberi salam dan meminta maaf bila ada kesalahan



9.      Pengesahan
Yogyakarta, 18 Mei 2011
   Sasaran                                                                                 Pemberi Penyuluhan


         (                          )                                                                         (Nasrul Lufiyasari)
         Mengetahui,
         Pembimbing


    (Dwi Ernawati, S.ST)



10.        Evaluasi
Pertanyaan lisan :
1.                  Apa yang dimaksud dengan anemia dan anemia pada ibu hamil ?
2.                  Apa saja ciri-ciri ibu hamil dengan anemia ?
3.                  Sebutkan macam-macam anemia pada ibu hamil dan penyebabnya ?
4.                  Apa akibat anemia pada ibu hamil ?
5.                  Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan anemia pada ibu hamil ?
6.                  Bagaimana cara minum tablet zat besi yang benar ?

11.  Lampiran Materi
ANEMIA PADA IBU HAMIL
A.       Pengertian
Anemia adalah jumlah sel darah merah menurun, kadar Hb menurun di bawah normal (normal wanita 12 gr %, pria 14 gr%). Pada wanita hamil dikatakan anemia apabila kadar Hb nya di bawah 11 gr % dan anemia berat jika Hb dibawah 8 gr%. Cara mengetahui secara pasti kadar Hb dengan dilakukan tes darah.
B.     Ciri-ciri ibu hamil dengan anemia
Biasanya ibu hamil dengan anemia mengeluhkan sebagian atau keseluruhan ciri-ciri dibawah ini, dan untuk memastikannya harus dengan tes kadar Hb dalam darah. Ciri-ciri tersebut antara lain :
a.          Pucat pada bibir, konjungtiva, lidah, gusi, kulit.
b.         Lemah
c.          Letih
d.         Lesu
e.          Lunglai
f.          Nafas terengah-engah
g.         Nyeri dada
h.         Ikterus

C.    Macam-macam anemia pada ibu hamil

1.      Anemia defisiensi besi/ karena kekurangan zat besi
Penyebab tersering anemia selama kehamilan dan masa nifas adalah defisiensi besi dan kehilangan darah akut. Tidak jarang keduanya saling berkaitan erat, karena pengeluaran darah yang berlebihan disertai hilangnya besi hemoglobin dan terkurasnya simpanan besi pada suatu kehamilan dapat menjadi penyebab penting anemia defisiensi besi pada kehamilan berikutnya.
Status gizi yang kurang sering berkaitan dengan anemia defisiensi besi (Scholl, 1998). Pada gestasi biasa dengan satu janin, kebutuhan ibu akan besi yang dipicu oleh kehamilannya rata-rata mendekati 800 mg; sekitar 500 mg, bila tersedia, untuk ekspansi massa hemoglobin ibu sekitar 200 mg atau lebih keluar melalui usus, urin dan kulit. Jumlah total ini 1000 mg jelas melebihi cadangan besi pada sebagian besar wanita. Kecuali apabila perbedaan antara jumlah cadangan besi ibu dan kebutuhan besi selama kehamilan normal yang disebutkan diatas dikompensasi oleh penyerapan besi dari saluran cerna, akan terjadi anemia defisiensi besi. 
Dengan meningkatnya volume darah yang relatif pesat selama trimester kedua, maka kekurangan besi sering bermanifestasi sebagai penurunan tajam konsentrasi hemoglobin. Walaupun pada trimester ketiga laju peningkatan volume darah tidak terlalu besar, kebutuhan akan besi tetap meningkat karena peningkatan massa hemoglobin ibu berlanjut dan banyak besi yang sekarang disalurkan kepada janin. Karena jumlah besi tidak jauh berbeda dari jumlah yang secara normal dialihkan, neonatus dari ibu dengan anemia berat tidak menderita anemia defisiensi besi ( Arisman, 2007 ).
2.      Anemia karena perdarahan
Sering terjadi pada masa nifas. Solusio plasenta dan plasenta previa dapat menjadi sumber perdarahan serius dan anemia sebelum atau setelah pelahiran. Pada awal kehamilan, anemia akibat perdarahan sering terjadi pada kasus-kasus abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa. Perdarahan masih membutuhkan terapi segera untuk memulihkan dan mempertahankan perfusi di organ-organ vital walaupun jumlah darah yang diganti umumnya tidak mengatasi difisit hemoglobin akibat perdarahan secara tuntas, secara umum apabila hipovolemia yang berbahaya telah teratasi dan hemostasis tercapai, anemia yang tersisa seyogyanya diterapi dengan besi. Untuk wanita dengan anemia sedang yang hemoglobinnya lebih dari 7 g/dl, kondisinya stabil, tidak lagi menghadapi kemungkinan perdarahan serius, dapat berobat jalan tanpa memperlihatkan keluhan, dan tidak demam, terapi besi selama setidaknya 3 bulan merupakan terapi terbaik dibandingkan dengan transfusi darah ( Sarwono, 2005 ). 
3.      Anemia karena radang/ keganasan
Gejala-gejala tubuh lemah, penurunan berat badan, dan pucat sudah sejak jaman dulu dikenal sebagai ciri penyakit kronik. Berbagai penyakit terutama infeksi kronik dan neoplasma menyebabkan anemia derajat sedang dan kadang-kadang berat, biasanya dengan eritrosit yan sedikit hipokromik dan mikrositik. Dahulu, infeksi khususnya tuberculosis, endokarditis, atau esteomielitis sering menjadi penyebab, tetapi terapi antimikroba telah secara bermakna menurunkan insiden penyakit-penyakit tersebut. Saat ini, gagal ginjal kronik, kanker dan kemoterapi, infeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV), dan peradangan kronik merupakan penyebab tersering anemia bentuk ini.
Selama kehamilan, sejumlah penyakit kronik dapat menyebabkan anemia. Beberapa diantaranya adalah penyakit ginjal kronik, supurasi, penyakit peradangan usus (inflammatory bowel disease), lupus eritematosus sistemetik, infeksi granulomatosa, keganasan, dan arthritis remotoid. Anemia biasanya semakin berat seiring dengan meningkatnya volume plasma melebihi ekspansi massa sel darah merah. Wanita dengan pielonfritis akut berat sering mengalami anemia nyata. Hal ini tampaknya terjadi akibat meningkatnya destruksi eritosit dengan produksi eritropoietin normal (Cavenee dkk,2001). 
4.      Anemia aplastik karena kerusakan sumsum tulang
Walaupun jarang dijumpai pada kehamilan, anemia aplastik adalah suatu penyulit yang parah. Diagnosis ditegakkan apabila dijumpai anemia, biasanya disertai trombositopenia, leucopenia, dan sumsum tulang yang sangat hiposeluler (Marsh dll, 1999). Pada sekitar sepertiga kasus, anemua dipicu oleh obat atau zat kimia lain, infeksi, radiasim, leukemia, dan gangguan imunologis.
Kelainan fungsional mendasar tampaknya adalah penurunan mencolok sel induk yang terikat di sumsum tulang. Banyak bukti yang menyatakan bahwa penyakit ini diperantarai oleh proses imunologis (Young dan Maciejewski, 1999). Pada penyakit yang parah, yang didefinisikan sebagai hiposelularitas sumsum tulang yang kurang dari 25 persen, angka kelangsungan hidup 1 tahun hanya 20 persen (Suhemi, 2007).
5.      Anemia hemolitik karena usia sel darah merah yang pendek
Anemia hemolitik disebabkan penghancuran/pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Ini dapat disebabkan oleh :
a. Faktor intra kopuskuler dijumpai pada anemia hemolitik heriditer, talasemia, anemia sel sickle (sabit), hemoglobin, C, D, G, H, I dan paraksismal nokturnal hemoglobinuria
b.      Faktor ekstrakorpuskuler, disebabkan malaria, sepsis, keracun zat logam, dan dapat beserta obat-obatan, leukemia, penyakit hodgkin dan lain-lain. 
Gejala utama adalah anemia dengan kelaina-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital
Pengobatan bergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya di berantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun, pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberikan hasil. Maka transfusi darah yang berulang dapat membantu penderita ini. 
6.      Anemia megaloblastik karena gangguan pencernaan
Anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 selama kehamilan sangat jarang terjadi, ditandai oleh kegagalan tubuh menyerap vitamin B12 karena tidak adanya faktor intrinsik. Ini adalah suatu penyakit autoimun yang sangat jarang pada wanita dengan kelainan ini. Defisiensi vitamin B12 pada wanita hamil lebih mungkin dijumapai pada mereka yang menjalani reseksi lambung parsial atau total. Kausa lain adalah penyakit Crohn, reseksi ileum, dan pertumbuhan bakteri berlebihan di usus halus. 
Kadar vitamin B12 serum diukur dengan radio immunoassay. Selama kehamilan, kadar nonhamil karena berkurangnya konsentrasi protein pengangkut B12 transkobalamin. Wanita yang telah menjalani gastrektomi total harus diberi 1000 mg sianokobalamin (vitamin B12) intramuscular setiap bulan. Mereka yang menjalani gastrektomi parsial biasanya tidak memerlukan terapi ini, tetapi selama kehamilan kadar vitamin B12 perlu dipantau. Tidak ada alasan untuk menunda pemberian asam folat selama kehamilan hanya karena kekhawatiran bahwa akan terjadi gangguan integritas saraf pada wanita yang mungkin hamil dan secara bersamaan mengidap anemia pernisiosa Addisonian yang tidak terdeteksi (sehingga tidak diobati).
7.      Anemia karena penyakit keturunan misalnya anemia sel sabit
Penyakit sel sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik. Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit.
Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian.
Anemia sel sabit adalah kondisi serius di mana sel-sel darah merah menjadi berbentuk bulan sabit, seperti huruf C. Sel darah merah normal berbentuk donat tanpa lubang (lingkaran, pipih di bagian tengahnya), sehingga memungkinkan mereka melewati pembuluh darah dengan mudah dan memasok oksigen bagi seluruh bagian tubuh. Sulit bagi sel darah merah berbentuk bulan sabit untuk melewati pembuluh darah terutama di bagian pembuluh darah yang menyempit, karena sel darah merah ini akan tersangkut dan akan menimbulkan rasa sakit, infeksi serius, dan kerusakan organ tubuh.
D.    AKIBAT ANEMIA PADA IBU HAMIL
Akibat anemia pada ibu hamil antara lain :
a.       Abortus
b.      Persalinan preterm/sebelum waktunya
c.       Proses persalinan lama
d.      Perdarahan setelah persalinan
e.       Syok
f.       Infeksi pada saat dan sesudah persalinan
g.      Payah jantung
h.      Bayi lahir prematur
i.        Bayi cacat bawaan
j.        Kekurangan cadangan besi
k.      Kematian janin
l.        Kematian ibu



E.     Penatalaksanaan dan pencegahan anemia pada ibu hamil
Penatalaksanaan dan pencegahan yang umum dilakukan adalah dengan pemberian suplemen zat besi sedikitnya 1 tablet selama 90 hari berturut-turut selama masa kehamilan. Pemeriksaan kadar Hb semua ibu hamil dilakukan pada kunjungan ANC pertama dan pada minggu ke-28. Apabila ditemukan ibu hamil dengan anemia berikan tablet Fe 2-3 kali 1 tablet perhari dan disarankan untuk tetap minum tablet zat besi sampai 4-6 bulan setelah persalinan. Pada ibu hamil trimester  3 dengan anemia perlu diberi zat besi dan asam folat secara IM dan disarankan untuk bersalin di rumah sakit.
Pencegahan juga bisa dilakukan secara mandiri dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi seimbang (4 sehat 5 sempurna) dan memperbanyak konsumsi makanan-makanan yang kaya akan zat besi seperti hati ayam (disarankan hati ayam kampung) ataupun sapi, sayur bayam dan juga buah-buahan (disarankan hati hewan, sayur dan buah organik). Dengan mengkonsumsi semua makanan tersebut, zat besi yang sangat diperlukan oleh sel-sel darah merah dapat terpenuhi secara maksimal dan dapat terhindar dari. Periksakan sedini mungkin apabila terdapat tanda-tanda anemia, agar langkah-langkah antisipasi bisa segera dilakukan.
F.     Cara meminum Tablet zat besi

1.      Sehari minum 1 tablet Fe pada malam hari sebelum tidur untuk mengurangi rasa mual
2.      Minum tablet Fe bersamaan dengan vitamin C dan vitamin B12, misalnya dengan jus jeruk atau air lemon untuk membantu proses penyerapan.
3.      Jangan minum tablet Fe bersamaan dengan kopi, teh, alkohol dan susu karena dapat menghambat proses penyerapan.









DAFTAR PUSTAKA

Dorland. 2003. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC
Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke Tiga Jilid I. 2001. Jakarta : Media Aesculapius FK UI
Mufdilah.2009.Panduan Asuhan Kebidanan Ibu Hamil. Yogyakarta : Mitra Cendikia
Panjaitan, yudistira.2008.blogspot satuan-acara-penyuluhan.html
Pengurus pusat Ikatan Bidan Indonesia.2003.Standar pelayanan kebidanan. Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Bina pustaka sarwono prawirohardjo
Supandiman, Imam. 1997. Hematologi Klinik. Bandung : Alumni
Suseno, Tutu A, dkk. 2009. Kamus Kebidanan. Yogyakarta : Citra Pustaka
Utami, Sintha.2008.Info Penting Kehamilan. Jakarta : Dian Rakyat