Jumat, 08 Juni 2012

leptospirosis harus waspada

LEPTOSPIROSIS
I.    Materi Penyuluhan
a.    Pengertian
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan bakteri letospira. Gejala leptospira mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti influenza, meningitis, hepatitis, demam dengue, demam berdarah dengue dan demam virus lainnya. Penyakit ini mempunyai manifestasi klinik yang lebar, bervariasi dari infeksi yang tidak jelas menjadi berbahaya bahkan mematikan.
b.    Epidemiologi
Leptospirosis umumnya menyerang para petani padi, petani pisang, petani tebu, pekerja selokan, tentara, pembersih septic tank, peternak, pekerja RPH, pekerja bendungan dan pekerjaan yang melakukan kontak dengan binatang. Di negara tropik kejadian letospirosis lebih tinggi dibanding dengan subtropik karena leptospira cocok dengan udara hangat, tanah yang lembab dan pH alkalis yang keadaan ini hanya terdapat di negara-negara tropik. Kejadian leptospirosis berhubungan dengan musim hujan, dengan meningkatnya kasus dimulai bulan Agustus dan puncaknya bulan Oktober.
c.    Masa inkubasi
Masa inkubasi dari leptospirosis 4-19 hari, rata-rata 10 hari
d.    Cara penularan
Masa terinfeksi leptospira melalui kontak dengan air, tanah (lumpur), tanaman yang telah dikotori oleh air seni hewan-hewan penderita leptospirosis. Bakteri leptospira masuk kedalam tubuh melalui selaput lendir (mukosa) mata, hidung atau kulit yang lecet dan kadang-kadang melalui saluran cerna dari makanan yang terkontaminasi oleh urin tikus yang terinfeksi leptospira. Masuknya bakteri leptospira pada hospes secara kualitatif berkembang bersamaan dengan proses infeksi pada semua serovar leptospira. Namun masuknya bakteri secara kuantitatif berbeda bergantung : agent, induk semang, dan lingkungan. Melalui cara lain dapat saja terjadi yaitu melalui permukaan mukosa misalnya melalui luka abrasi, mukosa (cavitas buccae/buccal cavity), saluran hidung atau konjungtiva. Bakteri leptospira akan masuk dalam peredaran darah yang ditandai dengan adanya demam dan berkembang pada target organ serta akan menunjukan gejala infeksi pada organ tersebut. Gambaran klinik akan bervariasi bergantung dari kondisi manusianya, sepsis hewan dan umurnya. Dapat dikelompokkan bahwa penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung.
Penularan langsung terjadi:
•    Melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandung bakteri leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu
•    Dari hewan ke manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan, terjadi pada orang yang merawat hewan atau menangani tubuh hewan misalnya pekerja potong hewan, atau seseorang yang tertular dari hewan peliharaan
•    Dari manusia ke manusia meskipun jarang, dapat terjadi melalui hubungan seksual pada masa konvalesen atau dari ibu penderita leptospirosis ke janin melalui sawar plasenta dan air susu ibu
Penularan tidak langsung terjadi melalui genangan air, sungai , danau, selokan air dan lumpur yang tercemar urin hewan.
Bakteri ini beberapa hari akan tinggal pada organ seperti hati, limfa, ginjal dengan ditandai perubahan patologis. Mekanisme sistem imunitas tubuh akan aktif apabila bakteri menjalar ke jaringan hati dan ginjal serta berada di tubular ginjal.
e.    Gejala klinis
Gambaran klinis leptospirosis  atas 3 fase yaitu fase pertama: fase leptospiremia, fase kedua: fase imun dan fase ketiga : fase penyembuhan.
•    Fase leptospiremia
Demam mendadak tinggi menggigil disertai sakit kepala, nyeri otot, hiperaestesia pada kulit, mual muntah, diare, bradikardi relatif, ikterus, injeksi silier mata. Fase ini berlangsung 4-9 hari dan berakhir dengan menghilangnya gejala klinis untuk sementara.
•    Fase imun
Dengan terbentuknya IgM dalam sirkulasi darah, sehingga gambaran klinis bervariasi dari demam tidak terlalu tinggi, gangguan fungsi ginjal dan hati, serta gangguan hemostatis dengan manifestasi perdarahn spontan
•    Fase penyembuhan
Fase ini terjadi pada minggu ke 2-4 dengan patogenesis yang belum jelas. Gejala klinis pada penelitian ditemukan berupa demam dengan atau tanpa muntah, nyeri otot, ikterik, sakit kepala, batuk, hepatomegali, perdarahan dan menggigil serta splenomegali.
f.    Pengobatan penderita
Pengobatan terhadap penderita leptospirosis dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik seperti penisilin, streptomisin, tetrasiklin atau erithtomisin. Bermacam-macam antibiotik yang tersebut di atas, menurut Turner, pemberian penisilin atau tetrasiklin dosis tinggi dapat memberikan hasil yang sangat baik. Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dapat juga melindungi terjasinya leptospirosis
g.    Pengendalian leptospirosis di masyarakat
Pengendalian leptospirosis di masyarakat sangat terkkait dengan hasil studi faktor-faktor risiko terjadinya leptospirosis. Oleh karena itu pengendalian leptospirosis terdiri dari pencegahan primer dan sekunder.
Pencegahan primer adalah bagaimana agar orang sehat sebagai sasaran dapat terhindar dari leptospirosis, sehingga kegiatannya bersifat promotif, termasuk di sini proteksi spesifik dengan cara vaksinasi. Sedangkan pencegahan sekunder yang sasarannya orang yang sudah sakit leptospirosis, dicegah agar orang tersebut terhindar dari komplikasi yang nantinya akan menyebabkan kematian.
Prinsip kerja dan langkah pencegajan primer adalah mengendalikan agar tidak terjadi kontak laeptospira pada manusia yang meliputi:
•    Pencegahan hubungan dengan air/tanah yang terkontaminasi
Pada pekerja yang mempunyai resiko tinggi terinfeksi leptospira, misalnya pada pekerja irigasi, petani tebu, pekerja laboratorium, dokter hewan, pekerja pemotongan hehan, petugas survey di hutan, pekerja tambang, harus memakai pakaian khusus yang dapat melindungi kontak dengan bahan yang telah terkontaminasi, misal: sepatu bot, masker dan sarung tangan. Dianjurkan setelah bekerja, terutama pekerja laboratorium dan pemotongan hewan untuk mencuci alat-alat kerja dengan sodium hipokhlorit pengenceran 1:4000 atau dengan deterjen.
•    Melindungi sanitasi air minum penduduk
Dalam hal ini dilakukan pengelolaan air minum yang baik, filtrasi dan dekhlorinasi untuk mencegah invasi leptospira. pH air sawah diturunkan menjasi asam dengan pemakaian pupuk/bahan-bahan kimia, sehingga jumlah dan virulensi leptospira berkurang.
•    Pemberian vaksinasi
Vaksinasi diberikan sesuai dengan leptospira di tempat tersebut, akan memberikan manfaat cukup poten dan aman sebagai pencegahan bagi pekerja resiko tinggi. Penjegahan dengan serum imun spesifik telah terbukti melindungi pekerja laboratorium. Vaksinasi terhadap hewan piaraan efektif untuk mencegah leptospirosis.
•    Pencegahan dengan antibotik
Pemberian penisilin 2 juta unit per hari selama 5 hari secara intramuskuler dianggap dapat melindungi orang-orang dianggap telah terkontaminasi oleh strain leptospira yang virulensinya tinggi. Doksisiklin dapat juga digunakan untuk pencegahan.
•    Pengendalian hospes perantara leptospira
Rodent yang diduga paling poten sebagai karier leptospira adalah tikus. Untuk itu dapat dilakukan beberapa cara seperti penggunaan racun tikus, pemasangan jebakan, penggunaan bahan rodentisida dan penggunaan predator rodent. Untuk mengatasi agar tikus tidak masuk ke dalam rumah, sebaiknya dibuat kedap tikus dan bahan-bahan makanan yang musah busuk dibuang.
•    Usaha promotif , untuk menghindari leptospirosis dilakukan dengan cara edukasi, dimana antara daerah satu dengan daerah lain mempunyai serovar dan epidemi leptospirosis yang berbeda. Seperti diketahui bahwa leptospirosis merupakan zoonosis klasik pada binatang yang merupakan sumber infeksi utama, oleh karena itu setiap program edukasi haruslah melibatkan profesi kesehatan/kedokteran, dokter hewan dan kelompok lembaga sosial masyarakat yang terlibat.
Pokok-pokok cara pengendalian leptospirosis juga memperhatikan hasil studi faktor risiko terjadinnya leptospirosis, antara lain higiene perorangan seperti kebiasaan mandi, riwayat adanya luka, keadaan lingkungan yang tidak bersih, disamping pekerjaan, sosial ekonomi, populasi tikus dan lain-lain.
II.    Kesimpulan Dan Saran
a.    Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Pengendalian leptospirosis di masyarakat itu sangat penting sekali agar terwujudnya masyarakat yang hidup sehat dan sejahtera. Dengan diberlakukannya pola hidup yang dispilin dan sehat dengan menjaga hygiene yang baik maka pencemaran infeksi yang disebabkan bakteri letospira dapat diminimalisir.
b.    Saran
•    Perlu penanganan sampah di rumah secara benar yaitu jangan sampai menginapkan sampah di dalam rumah dan tempat sampah tertutup rapat sehingga tidak menjadi sumber makanan tikus
•    Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar supaya tidak menjadi sarang tikus
•    Tikus diusahakan diberantas bisa dengan cara diracuni tetapi dianjurkan dengan mouse trap yang tidak mencemari lingkungan
•    Pada waktu hujan penghuni rumah agar menghindari terkena air becek/tergenang apalagi kalau mempunyai luka terbuka
•    Selokan selalu dijaga kebersihannya dan aliran mengalir dengan lancar
III.    Evaluasi
1.    Apa pengertian leptospirosis?
Jawab:
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan bakteri letospira. Gejala leptospira mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti influenza, meningitis, hepatitis, demam dengue, demam berdarah dengue dan demam virus lainnya


2.    Siapakah sasaran yang sering terinfeksi yang disebabkan bakteri letospira?
Jawab:
Para petani padi, petani pisang, petani tebu, pekerja selokan, tentara, pembersih septic tank, peternak, pekerja RPH, pekerja bendungan dan pekerjaan yang melakukan kontak dengan binatang.
3.    Berapa lama masa inkubasi dari leptospirosis?
Jawab:
Masa inkubasi dari leptospirosis 4-19 hari, rata-rata 10 hari
4.    Bagaimana cara penularan bakteri letospira?
Jawab:
melalui kontak dengan air, tanah (lumpur), tanaman yang telah dikotori oleh air seni hewan-hewan penderita leptospirosis. Bakteri leptospira masuk kedalam tubuh melalui selaput lendir (mukosa) mata, hidung atau kulit yang lecet dan kadang-kadang melalui saluran cerna dari makanan yang terkontaminasi oleh urin tikus yang terinfeksi leptospira
5.    Bagaimana cara pengobatan penderita letospirosis?
Jawab:
Dengan pemberian antibiotik seperti penisilin, streptomisin, tetrasiklin atau erithtomisin. Bermacam-macam antibiotik yang tersebut di atas, menurut Turner, pemberian penisilin atau tetrasiklin dosis tinggi dapat memberikan hasil yang sangat baik. Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dapat juga melindungi terjasinya leptospirosis
6.    Bagaimana cara pengendalian leptospirosis di masyarakat?
Jawab:
Pencegahan  primer dan sekunder.
-    Pencegahan primer adalah bagaimana agar orang sehat sebagai sasaran dapat terhindar dari leptospirosis, sehingga kegiatannya bersifat promotif, termasuk di sini proteksi spesifik dengan cara vaksinasi.
•    Contoh : Pencegahan hubungan dengan air/tanah yang terkontaminasi, Melindungi sanitasi air minum penduduk, pemberian vaksinasi, Pencegahan dengan antibotik, Pengendalian hospes perantara leptospira, Usaha promotif.
-    pencegahan sekunder yang sasarannya orang yang sudah sakit leptospirosis, dicegah agar orang tersebut terhindar dari komplikasi yang nantinya akan menyebabkan kematian.

IV.    Daftar Pusataka
http://id.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis
http://dinkeskabbantul.wordpress.com/2009/06/05/gejala-leptospirosis/
http://sipandu.com/leptospirosis-penyebabgejala-dan-pencegahannya/
http://nasional.vivanews.com/news/read/277310-banjir--23-warga-tewas-karena-leptospirosis
http://www.indosiar.com/ragam/leptospirosis-penyakit-melalui-air-kencing-tikus_21448.html
dinkes.bantulkab.go.id/documents/20110808103508-leptospirosis.doc
http://bencana kesehatan.net/index.php?option=com_content&;view=article&id=195%3Aleptospirosis-ancam-indonesia&catid=48%3Aberita&Itemid=37&lang=en
http://fkunhas.com/upaya-pencegahan-penyakit-leptospirosis-201103311116.html
Gasem M. H, Gambaran Klinik dan Diagnosis Leptospirosis pada Manusia, Kumpulan Makalah Simposium Leptospirosis, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2002
Everard, C., Bennett, S., Edward, C., An Investigation of Some Risk Factor for Severe Leptospirosis on Bardabos, American Journal Tropical Medicine and Hygiene, 1992, pp:13-22
Wiharyadi  D., Faktor-faktor Risiko Leptospirosis Berat di Kota Semarang, Tesis. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Undip Semarang, 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar